Cerpen, cerbung, novel, novel roman, novel rumah tangga, tips kepenulisan, novel religi, novel inspirasi, drama rumah tangga, novel romantis
Menu

KLIK FOTO UNTUK MELIHAT DESKRPSI

 

 

   







El Nurien

Teratai Kedua Part 9

 Teratai Kedua

Part 9: Putri Marino


“Nanti aku beritahu,” sahutnya Sanad tanpa menoleh. “Keane, kita harus pergi ke suatu tempat. Evan, sini!”

***

Tera terperangah, ketika mereka memasuki sebuah gedung bertuliskan Spa Health. 

'Entah berapa tahun lagi aku harus beradaptasi dengan keluarga ini? Benarkan kataku, ketampanannya karena salon.'

Tanpa sadar, Tera cekikikan sendirian, tetapi seketika berhenti ketika mendapatkan tatapan tajam dari Sanad. 

Ia mendehem. "Kamu ingin spa di sini?" 

Keane membelalak. “Kamu?”

"Kenapa membawa kami? Coba kalau kami dibiarkan pulang, bisa istirahat. Ya 'kan, Van?" celoteh Tera, lalu beralih ke Evan meminta pembelaan. 

Evan hanya tersenyum. Ia menatap Tera dan ayahnya silih berganti 

"Kamu yang akan di-spa," jawab Sanad dengan wajah serius.

"APA?!" pekik Tera. "Yang benar saja. Ngapain aku ke sini?! Orang kaya bukan, istri orang kaya apalagi. Sudahlah, jangan bua …."

"Kamu pengasuh anakku. Jangan kamu permalukan anakku dengan kulit dekilmu itu!" potong Sanad tanpa ampun.

Tera mengernyit. Apa yang salah dengan kulit hitamnya? Tuh selama bersama Evan, kulit hitamnya mulai bersih karena tak lagi bersinggungan dengan sinar matahari. Kalau hitam, itu pembawaan. Ironisnya hanya dirinya yang mewarisi kulit ayahnya. 

Mau dibawa salon luar negeri juga tetap hitam. 

"Sudahlah, jangan kebanyakan mikir. Tuh tidak menggunakan duitmu juga." Sanad beralih ke karyawan. "Mbak, bawa dia."

"Tapi …."

"Mari, Mbak. Saya antar."

Sesaat Tera menatap Evan kembali meminta pembelaan, tetapi anak itu hanya tersenyum nyengir.

*** 

Keane membuka ponselnya setelah terdengar pesan masuk. 

"Itu alamat salon langganan Hayati juga butiknya. Permak dia, pastikan mereka tidak mengenali dia lagi."

"Iya, Tuan."

"Mulai sekarang aku tugaskan kamu menjaga dia dan Evan. Siapa namanya? Rasid? Aku tak percaya dia. Mungkin suatu saat pihak Arbain akan mendapatkan informasi dari dia. Oh iya, kamu sudah tahu siapa Rudi?"

"Dia …."

“Bentar,” potong Sanad. Terlebih dahulu ia mendudukkan Evan di sofa ruang tunggu. “Evan, tunggu di sini dulu ya. Papa mau ngomong sama Om Keane.”

Evan mengangguk. 

Sanad mengusap rambut keriting anaknya. “Anak pintar.” 

Sanad langsung kembali ke keane.

“Iya, Tuan. Dia sahabatnya Teratai dari kecil. Putranya Acil Nurul, pemegang resep kerupuk Teratai. Dia menyukai Teratai, tapi Teratai hanya menganggapnya sahabat dan menjalin hubungan dengan Arbain.”

“Gadis dekil itu ternyata ada juga yang menyukainya,” gumam Sanad.

“Ya, Tuan?”

Sanad tergagap. “Tidak apa. Lalu bagaimana dengan perkembangan Teratai Produksi?” 

“Mulai memburuk, Tuan. Sepertinya pembeli pertama karena mengira itu Teratai sebelumnya. Setelah mencoba, mereka tidak kembali lagi, hanya segelintir yang kembali mengonsumsi. Padahal suppliernya baru saja memasukkan produk ke minimarket dalam jumlah yang banyak, karena respon awalnya bagus.”

“Biarkan saja mereka. Kita pantau saja. Tapi mengapa Tera sendiri tidak terlihat bertindak?! Ini aneh.”

“Bahkan dia berusaha menghindar. Mungkin karena dia sudah menyayangi Evan,” imbuh Keane.

“Dengan meninggalkan kekayaannya?”

Keane hanya menjawab. “Kalau itu saya tidak berani berpendapat, Tuan.” 

“Katakanlah!” titah Sanad.

“Dilihat di mobil tadi, Tera memang sangat menyayangi Evan. Tera juga berusaha mendidik Evan dengan baik. Meski Tuan sering membuatnya kesal, di depan Evan ia selalu membela Tuan.”

Tanpa sadar Sanad menganggukka kepala. Ia memperhatikan jam di tangannya. “Aku balik ke kantor dulu. Kamu jaga mereka, setelah itu mereka ke tempat alamat yang aku kirim.”

“Iya, Tuan.”

Tak jauh dari mereka, Hayati bergegas menjauh, sebelum dirinya tertangkap basah. 

***

"Aku terenyuh sekali, pas Evan memberiku hadiah permen," singgung  Hayati sambil membantu Sanad mengenakan jasnya. 

"Iya, syukurlah. Sudah mulai ada perkembangan. Kedatangan Tera lumayan membawa perubahan. Aku jadi tidak terlalu memikirkannya lagi," sahut Sanad sambil merapikan bagian pergelangannya. 

Gerakan Hayati terhenti. 

"Aku membersamai Mas sudah hampir dua tahun, tapi masih belum bisa mengambil hatinya. Tera baru datang, Evan langsung menyukainya? Mas tau apa yang dia sukai dari Tera?  Biar aku coba, siapa tau hubunganku dengan Evan bisa membaik." 

"Entahlah, tapi Evan memang tidak suka didekati orang, apalagi jika ada maunya."

Hayati tersentak. Sanad berjalan keluar. Tak peduli dengan wajah kesal Hayati. Ia mengikuti langkah Sanad sambil membawa koper kecil yang berisi map. 

"Iya, aku ngerti. Mungkin dia tidak menyukaiku karena dulunya aku mendekatinya, tapi aku tulus. Aku ingin menjadi bagian dari dirinya. Aku ingin menjadi ibu sambung yang baik buat dia," gumam Hayati ketika mereka berada di dalam lift. 

Sanad tidak bersuara. Ia kembali memerhatikan jam di tangan.

"Tadi kalian ke mana?" tanya Hayati. Ia menarik napasnya mencoba bersabar dengan sikap Sanad yang abai.

"Cuma mempermak Tera.” Sanad mendesis, aku tak habis pikir bagaimana gadis itu tidak peduli dengan penampilan," gerutu Sanad.

"Permak?"

"Oh." Seketika Sanad tergagap. Tanpa sadar ia telah  mengucapkan sesuatu. 

“Mengapa?” lirih Hayati sendu. 

Sanad menoleh. 

“Mengapa kamu masih saja tertutup padaku?”

Sanad membuka mulutnya, tetapi keburu tertutup akibat ponsel di dalam saku jasanya bergetar. “Ya …. Paksa, kalau perlu seret.”

Hayati mengerutkan keningnya, melihat geraham suaminya yang mengeras.


*** 

“Namamu siapa tadi? Keane?” 

Dari penampilan, Tera tahu Keane lebih tua darinya. Sikap Keane dari awal yang terus memaksanya, membuatnya hilang rasa segan.

“Gini, Keane! Untuk apa ke sini? Aku hanya seorang pembantu. Mau dipoles pakai porselen juga tetap pembantu. Tetap saja tempat ngumpulnya sama pembantu, makannya di emper atau pojokan. Rekreasinya paling mentok ke kebun. Ngapain coba habisin banyak uang? Mendingan kita sedekahkan uangnya?”

Keane menghempaskan napasnya. “Tolong! Jangan mempersulit saya! Mari!”

Tera melongo. Ia menoleh ke arah Evan yang lagi kecanduan memamerkan gigi-gigi putihnya. 


*** 

Brakk  ….

Sanad yang sibuk membaca koran mengangkat wajahnya. Arsa yang menyesap kopinya terkejut. Fatima dan Hayati di dapur bergegas keluar. 

“Tera?” seru Fatima dengan sedikit pangling. 

Terlihat Tera yang mengenakan rok sampai bawah lutut berpadu dengan kemeja warna senada dengan rahang mengeras.

“Wow.” Arsa tidak bisa memalingkan tatapannya. 

“Cantik, Tera. Kayak … Siapa itu?” seru Fatima sambil duduk di samping Arsa. Hayati duduk di lengan sofa yang diduduki Sanad.

“Putri Marino,” imbuh Arsa. 

Fatima menyetujui.

Sanad menoleh santai. “Keane, bawa Evan ke kamarnya.”

“Baik, Tuan.” Keane menggendong Evan lalu membawa ke kamar. 

Sanad berdiri. “Bukankah ini lebih bagus?! Mama dan Arsa saja memujimu.”

“Aku tidak menginginkan itu. Apa hakmu mengubahku?” seru Tera setengah berteriak. Keinginannya untuk membuat wajah hasil salon itu semakin meningkat. 

“Apa hakku? Tera, aku ini Tuanmu. Aku berhak mengubahmu. Aku berhak melakukan apa pun, terlebih lagi untuk kenyamanan anakku.”

“Apa hubungannya dengan penampilan? Aku ini pembantu! Semua orang tau, aku ini hanya seorang pembantu! Kenapa kamu ribut dengan penampilan?”

“KAMU?!”

“Kenapa? Aku tidak akan menghormati orang tidak menghormatiku.”

“Terserah. Aku pun tidak mau dihormati orang sepertimu.”

Tera mengernyit. Bukankah tadi Sanad protes kaya kamu? Ia baru tahu, ternyata pria arogan ini plin plan.

“Dengar! Apa salahnya jika kamu merawat diri?! Mama dan Arsa memujimu. Salahnya dimana coba?” tanya Sanad. 

“Tapi bukan begini caranya! Ini pemaksaan!” Tera memajukan wajahnya. “Dengar, tugasku hanya menjaga Evan dan kamu menggajiku. Hanya sebatas itu, selangkah pun jangan coba mengusikku, kamu akan tanggung akibatnya!” ancam Tera, lalu ia berbalik, meninggalkan ruangan itu. Berpapasan dengan Keane yang baru saja keluar dari kamar Keane. 

“Tuan!”

“Hari ini cukup. Besok ke sini lagi, jemput mereka. Setelah kelas Evan selesai jemput aku. Besok jadwal Evan bertemu psikiater," beber Sanad.

“Iya, Tuan.” Keane mengangguk, lalu pamit undur diri.


*** 

“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Fatima setelah Keane pergi. “Kenapa Tera sampai diubah begitu? Lalu sampai mempekerjakan Keane untuk menjaga mereka? Bukankah Keane security perusahaan, kenapa harus menjaga mereka? Apa yang terjadi?”

Sanad menghela napasnya. “Aku istirahat dulu, Ma. Selamat malam.” 

***


Di Bangkau

"Mama lihatkan, pengelolaan kami lebih baik daripada Tera. Berkat Mas Arbain, kerupuk Teratai sudah masuk ke supermarket. Duduk manis di rak berdampingan dengan produk berkualitas lainnya," ucap Kembang Ilung setelah meletakkan seikat duit berwarna biru. 

Bastiah menghela napas. Tanpa kehadiran Tera, barulah ia menyadari dirinya yang terlalu memanjakan Kembang Ilung. Kembang Ilung satu-satunya anaknya yang berhasil menjadi sarjana dan bekerja di tempat yang bagus, tentu membuatnya bangga. Sayangnya telah membuatnya gelap mata. 

Air matanya kembali mengalir jika mengingat Tera. Tera anak sulungnya, tentu ia berharap banyak pada gadis itu. Ia memperlakukan Tera sangat keras dengan harapan anak itu kuat, mandiri dan dapat diandalkan. Kesalahan fatal yang sering ia lakukan adalah sering mengusir Tera dengan ucapan, tak jarang dengan tindakan. Karena ia tahu, Tera tidak akan berani menjauh beneran. Siapa sangka sikap itu menjadi kebiasaan, dan terulang saat Tera sudah dewasa.

“Nangis lagi!” seru Kembang kesal. Ia masuk ke kamarnya meninggalkan dentuman pintu.


*** 


Di Sei Jarum


Rudi duduk di teras. Sesekali wajahnya menengadah, menatap bintang. Kebiasaan yang sering ia lakukan bersama Tera waktu remaja. Tera bercerita banyak padanya. Tentang perlakuan ibunya, mimpi, bahkan Arbain. Dari sekian cerita Tera, Arbain yang paling menyakitkan hatinya, tapi ia tidak berani bersuara. Ia tahu Tera hanya menganggapnya sebagai teman. 

Setelah Arbain hendak menikah, barulah ia mengungkapkan perasaannya. Sayangnya, hati Tera terlanjur sakit. Dengan dalih tak ingin menghancurkan persahabatan, Tera menolak perasaannya. 

Ia menghidupkan ponselnya, lalu mengetik pesan kepada seseorang. 

[Jika ada waktu pulanglah! Ada hal penting yang harus kamu ketahui.]

Spontan Rudi menoleh ketika ibunya muncul di balik pintu.

“Rud, bagaimana kalau kita juga bikin kerupuk Teratai?” 

****

Terima kasih ♥️ 
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen ya. 🙏





Tidak ada komentar