Cerpen, cerbung, novel, novel roman, novel rumah tangga, tips kepenulisan, novel religi, novel inspirasi, drama rumah tangga, novel romantis
Menu

KLIK FOTO UNTUK MELIHAT DESKRPSI

 

 

   







El Nurien

Penolakan (DCS Part 35)

 Detak Cinta Shafura

 Part 35: Penolakan 



"Bagaimana bisa anti menjalani semua ini?"

"Entah. Itulah sebabnya ana ingin merenung di sini. Memikirkan dengan jernih semua apa yang telah Allah atur untuk ana."”

"Maafkan, ana. Tak seharusnya ana ke sini."

"Bukan begitu. Ana malah senang dengan perhatian anti. Jujur, mungkin saat ini, hanyalah anti yang bisa memahami perasaan ana. Ana sendiri tak tahu apa yang terjadi dengan perasaan ana. Perasaan ana benar-benar kacau."

"Sabar, ya. Ikhlas." Syifa memegang tanganku.

Aku mengangguk.

"Oh, iya, bagaimana dengan anti?"

"Maksudnya?"

"Maulana Harits??"

"Oh itu..., dia sudah menolak," jawab Syifa sendu. 

Aku jadi merasa bersalah menanyakannya. Aku tak tahu harus bicara apa. Aku tak menyangka Maulana Harits benar-benar menolaknya.

 Apa yang kurang dari Syifa. Cantik, pintar dan berkelas, masih sekufu dengan Maulana Harits, yang katanya anak seorang kyai. Jodoh. Aku benar-benar tidak mengerti. 

"Sabar, ya. Mungkin belum jodohnya,"” kataku lembut. 

Syifa tersenyum pahit. 

"Bukannya ana sangat memimpikan pernikahan, tapi… ."

Aku diam saja, menunggu kelanjutannya.

"Ana cuma merasakan kepahitan dalam menjalani ketidakberuntungan persoalan cinta. Dulu ana menyukai teman kakak ana, tapi laki-laki itu sedikit pun tak menaruh perhatian pada ana. Karena tak tahan memendam rasa cinta, ana menyatakan terus terang perasaan ana padanya. Tapi, apa balasannya?" Syifa menatapku. Aku tetap tak bergeming. Aku bisa menebak dari keketiran kata-katanya. 

“Dia menolak cinta ana. Dan, kemarin? sempat bertunangan dengan laki-laki yang dijodohkan Kyai Ibrahim. Entah kenapa, tanpa alasan yang jelas, dia memutuskan pertunangan. Dan sekarang ana lagi-lagi ditolak oleh seorang laki-laki."

“Ya, mungkin dengan berbagai alasan yang tidak kita ketahui, tapi pada intinya mereka memang belum berjodoh dengan anti?" kataku hati-hati.

Saat ini dia sedang terluka, aku sangat takut perkataanku malah menambah lukanya. 

"Iya, ana sadari itu. Pada hakikat memang belum berjodoh. Tapi segala sesuatu pasti ada sebab. Kenapa mereka menolak ana? Apa yang kurang dalam diri ana?"

"Mungkin masalahnya, bukan permasalahan ketertarikan pada kecantikan, keindahan, atau kelebihan lainnya. Tapi pada persoalan hati, persoalan cinta." Aku menjiplak perkataan Farah kemarin. 

Aku juga teringat cerita Aisyah, tentang Zaid menolak seorang gadis Yaman yang cantik. Cinta. ya, cintalah alasannya. Siapa pun tak bisa memaksakan untuk jatuh cinta atau menghindar dari cinta.

"Mungkin."

"Jadi persoalannya, bukan mereka tidak menyukai anti, hanya saja mungkin dalam hati mereka ada orang lain," ujarku sambil merenung. 

Aku membayangkan, bagaimanakah Zaid bersikap penuh cinta pada Aisyah? Sedangkan dalam hatinya ada orang lain. Aku telah bersalah dalam hal ini. Tidak. Kelebihan Aisyah akan menghapus semua sosokku dalam kehidupan Zaid. Masalahnya aku tak bisa menjauh dari Zaid. Ya, Allah tuntun hati-hati kami. 

Kupandangi Syifa, sepertinya hatinya masih galau. 

“Ayolah, laa tahzani! Ana yakin, ada seorang laki-laki yang mencintai anti, hanya saja saat ini kalian masih belum bertemu. Ibtasimi1," kataku berusaha menyemangatinya.

Syifa tersenyum tipis, “nti, Silmi bisa saja. Syukran. Barakallahu fiik.

"Wa iyyaki."

Aku kembali menatap bintang. Indah sekali. Apa yang dilakukan Zaid saat ini, ya? Apakah dia masih menyukai menatap bintang? Makan keripik kentang?

Tanpa sadar aku tersenyum sendiri. Terlalu banyak kenangan indah yang kami lalui. Terlalu banyak sejarah, yang mengikat hati kami. 

"Ehmm.. Senyum-senyum sendiri, ingat apa hayoo?” 

"Kita shalat tahajud dulu, yuk,” kataku tanpa menghiraukan godaannya. 

        ***

Sekitar jam delapan pagi, setelah sarapan kami memulai membentuk halaqah. Fadia, Nadhirah, Habibah dan aku. Hasil undian yang keluar adalah nama Habibah. 

Jam 12, kami berhenti, persiapan shalat Zuhur, setelah shalat Zuhur, kami mulai lagi. Begitulah seterusnya, kami berhenti, ketika persiapan shalat, makan dan keperluan masuk WC. 

Pada awal-awalnya, Habibah membaca dengan sangat lancar, ada kesalahan sedikit-sedikit, tapi setelah 15 juz ke atas mulai lambat, terlebih lagi 20 ke atas, dia sudah kurang lancar. Berkali-kali dia lupa, bahkan ketika diingatkan pun, Habibah tidak bisa melanjutkan. Sampai akhirnya dia selesai.

Catatan kuberikan padanya, disertai dengan keterangan. Aku memberi pesan pada agar  menjaga stamina. Karena sepertinya dia sangat kelelahan, sehingga konsentrasinya buyar, selain itu juga melancarkan bacaan 15 juz ke atas, sampai benar-benar lancar. Agar lidah benar-benar terbiasa, karena adakalanya, walaupun kita tidak bisa konsentrasi seratus persen, tetapi jika benar-benar lancar, bisa saja kita membacanya di luar alam sadar. Karena sudah benar-benar hafal. Seperti halnya, berjalan menuju sebuah jalan yang sering kita lalui. Walau berjalan sambil mengkhayal, kaki tetap saja melangkah ke arah tujuan, tanpa harus selalu di ingatkan oleh akal. 

Sedangkan Nadhirah, bermasalah pada ayat-ayat mutasyabbihat. Dia sering terjungkal, ketika berhadapan dengan ayat mutasyabbihat. Mungkin waktu pengulangan hafalan, Nadhirah kurang cermat membedakannya. Allahu a'lam. 

Aku hanya bisa menyuruhnya mencatat ayat-ayat mutasyabbihat yang sulit baginya, atau melanjutkan ke ayat berikutnya. Terus mencatat sampai benar-benar lancar, menulis tanpa ada kesalahan, menulis sampai betul-betul hafal. Memang benar-benar memerlukan kesabaran. Namun, jika dia benar-benar menaruh perhatian, insya Allah dia bisa. 

Sedangkan Fadia, dia berjanji akan sam’an dengan temannya, yang kebetulan lagi haid. Jadi temannya bisa fokus membantunya. Alhamdulillah satu pekerjaan selesai. Semoga Allah memudahkan langkah mereka.

Selanjutnya aku menaruh perhatian, anak-anak ku tes per tiga juz. Setidaknya aku punya waktu tiga hari untuk mereka. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, dengan hasil yang memuaskan. Dan malam ini, aku ingin membaca surat balasan dari Hans. Sudah berapa hari yang lalu kuterima surat ini, melalui Helena. Namun, baru sekarang aku bisa membacanya. Lagi-lagi di tempat biasa. Tempat yang menjadi saksi bisu, aku merenung, berpikir, dan sesekali ditemani Syifa. 

Assalamu ‘alaikum warahmatullah

Alhamdulillah, kabarku baik. Semoga anti juga baik-baik di sana. Aamiin.

Alhamdulillah, ana terima surat anti dengan lapang dada. Awalnya ada sedikit goncangan, tapi ana yakin, ini semua adalah kehendak Allah. Alhamdulillah ‘ala kulli hal. 

Iya Ukhti, ana memahami, bahkan ana senang, Ukhti lebih memilih bakti kepada orang tua, daripada mendahulukan perasaan sendiri. Dan ana pun tidak akan senang, bila anti mendahulukan pilihan anti dari pada orang tua. Keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua. 

Terima kasih Ukhti, atas doanya. Semoga anti juga mendapatkan pasangan, yang selalu menyayangi dan membimbing anti dalam agama. Aamiin. 

Andai boleh meminta. Ana minta, sepeninggalan ana nanti, ana minta tolong perhatikan Helena. Dia telah ditinggalkan ibu, dan sekarang ana terpaksa meninggalkannya lagi untuk sementara. Ini akan membuatnya sedih lagi. Insya Allah, dengan kehadiran anti, Helena akan terhibur dan merasakan kasih sayang. Helena sangat menyukaimu. 

Sebelumnya, ana ucapkan Terima kasih. Maafkan, jika ada kesalahan ana dan adik ana. 

Barakallahu fiikum. Jazakumulah khairan katsira. 

Hans. 

Alhamdulillah. Betapa besar hatimu. Semoga kamu berjodoh dengan gadis cantik nan shalehah. 

        

Tidak ada komentar